Opini  

Opini Musri Nauli SH : Pakaian Penutup Tubuh

Musri Nauli ialah pengacara dan Direktur Media Haris-Sani.
Musri Nauli ialah pengacara dan Direktur Media Haris-Sani.

Oleh : Musri Nauli SH *

Menurut data berbagai sumber, pakaian berfungsi sebagai alat melindungi tubuh, sebagai identitas dan perhiasan.

Fungsi pakaian sebagai alat untuk melindungi tubuh seperti jaket atau sweater untuk melindungi dari cuaca dingin ataupun pakaian menutup seluruh tubuh seperti menghindarkan dari pasir di Tengah padang pasir.

Fungsi pakaian sebagai identitas adalah sebagai proses berkarya. Baik didalam proses pembuatan maupun perpaduan dari ide-ide manusia didalam karya seni.

Maka kemudian kita mengenal batik ataupun pakaian adat didalam acara-acara tertentu. Selain itu pakaian juga identitas seperti jaket almamater di kampus. Ataupan pakaian seragam untuk Anak sekolahan. Seperti Merah putih (SD), Putih Biru (SMP) dan Putih Abu-abu (SMA).

Sedangkan pakaian sebagai perhiasan adalah pakaian sebagai identitas sekaligus mengekspresikan diri. Sehingga terlihat lebih keren, apik dan Enak dipandang.

Lalu bagaimana menurut kaidah maupun aturan main didalam Agam Islam. Berbagai sumber menyebutkan, pakaian berfungsi untuk mengangkat derajat, harkat dan martabat sebagai manusia. Baik di hadapan manusia maupun kepada sang Pencipta.

Sang almarhum ayahanda pernah berpesan. Pakailah pakaian yang pantas dan sesuai dengan keadaan. Misalnya ketika menghadiri undangan acara, diusahakan jangan menggunakan kaos ataupun celana jeans. Kalaupun menggunakan kemeja diusahakan mengenakan batik ataupun kemeja lengan panjang.

Namun apabila ada kegiatan-kegiatan resmi sama sekali tidak dibenarkan menggunakan celana jeans. Diusahakan pakai kemeja yang bersih dan berlengan panjang. Nasehat itulah yang selalu saya pegang Teguh.

Ketika menjalankan tugas-tugas sehari-hari, kalaupun tidak berbatik, diusahakan pakai kemeja berlengan panjang dan celana dasar. Namun untuk menghadiri persidangan, diwajibkan selalu menggunakan dasi.

Lalu bagaimana dengan sytle saya sehari-hari. Tentu saja kaos berkerah ataupun kaos-kaos yang nyaman, celana jeans selalu menemani. Selain terlihat santai justru menunjukkan keakraban dari suasaa sehar-hari. Namun saya menghindari pertemuan diluar menggunakan celana pendek. Selain kurang nyaman, celana pendek biasanya dikenakan untuk tidur. Ataupun sehari-hari dirumah.

Sehingga tidak salah kemudian didalam mobil selalu tersedia untuk berbagai pertemuan. Entah batik yang digantung, celana dasar ataupun baju-baju resmi untuk bersidang. Termasuk juga berbagai kaos untuk perjalanan sehari-hari.

Ketika Presiden Jokowi memulai tugasnya, Presiden kemudian mengajak seluruh pegawai pemerintah menggunakan kemeja putih, berlengan panjang yang digulung. Ajakannya cukup sederhana. Agar “gesit” didalam bekerja.

Sehingga kemudian menjadi pemandangan lazim ketika menghadiri acara-acara banyak sekali pegawai Pemerintah menggunakan pakaian yang dianjurkan oleh Presiden Jokowi. Terutama di waktu-waktu tertentu. Selain juga menggunakan baju batik.

Namun yang aneh justru saya memperhatikan detail seorang pejabat posisinya begitu penting justru selalu menggunakan celana jeans dan baju berkotak-kotak. Acara apapun.

Padahal kadangkala saya memperhatikan ketika dia juga melantik pejabat yang justru berpakaian rapi. Termasuk juga bertemu dengan tokoh-tokoh masyarakat maupun tokoh-tokoh agama yang justru datang menggunakan pakaian keagamaan.

Alasan kepraktisan maupun alasan tetap menunjukkan gaya style Anak muda menjadi kurang tepat sebagai pejabat publik.

Justru dengan menggunakan pakaian yang tidak memperhatikan suasana pertemuan ataupun bertemu dengan gaya pakaian seperti itu menunjukkan kurangnya penghormatan tamu ataupun orang yang ditemui.

Sayapun mengelus dada. Apakah pejabat yang posisinya begitu penting abai dengan pakaian sehingga tidak menghormati tamu ataupun orang yang ditemui ataupun pertemuan yang harus berpakaian rapi dapat dijadikan teladan ?

Ah. Teringat dengan fungsi pakaian menurut agama. Ketika sang pejabat kemudian abai justru dia sendiri tidak menghargai dirinya sendiri, orang lain ataupun pertemuan yang dihadirinya.

Dan keteladanan itu tidak pantas ditiru. (*)

* Musri Nauli SH, Advokat yang juga Direktur Media Haris-Sani